Oleh: Herman
Anas
PENYERANGAN
Lapas
Cebongan yang menewaskan empat tahanannya yakni ; Dicky Sahetapi alias Dicky
Ambon, Dedi, Ali, dan YD alias Johan sudah terungkap. Keterlibatan oknum
anggota Korps Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD terbukti sebagai pelaku
penyerangan Lapas Kelas IIB Cebongan Sleman Yogyakarta, mengundang kecaman dan
keprihatinan.
Penyelidikan
dari Tim Investigasi TNI AD mendapatkan motif penyerangan Lapas Kelas IIB
Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah reaksi atas pembunuhan
anggota Kopassus Serka Heru Santoso dan penyerangan mantan anggota Kopassus
Serka Sriyono. Kedekatan pelaku dengan para korban juga menjadi latar belakang.
(Kamis, 4 April 2013 Jakarta, Kompas.com)
Ada
banyak sekali komentar diberbagai media massa tentang kasus Penyerangan
Kopassus di Lapas Cebongan. Mulai dari mengecam karena main hakim sendiri
sampai dengan yang memuji Kopassus, karena bisa membunuh 4 orang yang dikaitkan
premanisme.
Namun
yang jelas, semua pihak sepakat, hukum jalanan (street justice) tidak
akan pernah menyelesaikan masalah, tetapi justru akan memperuncing dan menambah
masalah yang lain. Penegakan hukum harus dipastikan terbuka atas kasus ini.
Semata-mata, untuk mencegah semakin meningkatnya ketidakpercayaan publik pada
hukum dan para aparat negara.
Meski demikian,ada beberapa hikmah yang bisa diambil dari kasus tersebut. Tentu sebagai umat Islam, kita harus memandangnya sebuah kasus dari sudut pandang Islam. Bukan berdasarkan sudut pandang yang lain. Dan yang terpenting, hikmah tersebut hanya bisa diambil oleh orang yang menggunakan akalnya.
Banyak
sekali perintah di dalam al-Qur’an mengajak manusia untuk menggunakan akal
bukan perasaan di dalam menyelesaikan persoalan. Allah pada saat memberikan
petunjuk (al-qur’an) kepada manusia tentu untuk kemaslahatan. Sehingga orang
yang mengingkari petunjuk tersebut akan tersesat dan mengalami kerusakan dalam
hidupnya baik di dunia terlebih di akhirat.
Sebagaimana
perkataan Sayyidina umar (Kita adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah
dengan agama Islam, maka apabila kita mencari kemulian di luar Islam, justru
Allah menghinakannya)
Perkataan
Sayyidina umar ini bisa dibuktikan pada saat ini oleh umat Islam. Umat
benar-benar dihinakan oleh Allah dengan hukum jalanan karena tidak
diterapkannya sanksi qishas dalam kasus pembunuhan yang disengaja.
1. Kerusakan yang pertama adanya Hukum Jalanan (Street Justice)
1. Kerusakan yang pertama adanya Hukum Jalanan (Street Justice)
Ketidakpercayaan
masyarakat terhadap hukum saat ini mengakibatkan mereka mengambil langkah hukum
sendiri. Hal ini terbukti banyak kasus tidak hanya penyerangan Kopassus di
Lapas Cebongan yang sedang ramai dibicarakan saat ini.
Banyak
sekali kasus pembunuhan, mutilasi dan perampokan yang berada disekeliling kita.
Bahkan jambret dan pencuri malah menjadi profesi akibat tiadanya hukum
yang tegas, memberikan efek jera dan adil.
Dalam
Islam orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan pembunuhan karena dia tau
konsekuensinya adalah dibunuh (efek jera).
Abu
‘aliyah mengatakan dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa ;“Allah menjadikan Qishas
sebagai jaminan keberlangsungan hidup : Betapa banyak orang yang ingin
membunuh, tapi kemudian mengurungkannya karena takut dirinya dibunuh (qishas)”.
Tidak pandang bulu siapapun yang melakukan baik rakyat jelata ataupun
konglomerat. Sebagaimana potongan Sabda Nabi, “Andaikan Fathimah binti Muhammad
mencuri niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya.”
Kondisi
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia
(LSI). Kepuasan terhadap penegakan hukum di Indonesia berada pada titik
terendah. Hanya 29,8 persen yang menyatakan puas terhadap penegakkan hukum di
tanah air. Sementara sisanya 56,0 persen menyatakan tidak puas.
2. Kerusakan
yang kedua adanya Balas Dendam pada saat masalah tidak diputusi secara adil.
Kebanyakan
orang sering mengatakan kejam terhadap sanksi Islam sebagaimana qishas. Karena
mereka memakai sudut pandang HAM-Barat yang melihat dari sisi pelaku, bukan
sudut pandang Islam yang memandang dari sisi korban. Padahal Allah berfirman
dalam al-Qur’an
"Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS:Al-Baqarah 179)
Dalam kitab Tafsir al-Lubab Fi’ulumil Kitab, Jilid 3 hal 228 (Marji’ul Akbar) dijelaskan :
“Sesungguhnya dalam syari’at qishas terdapat jaminan kehidupan. Pertama, kehidupan bagi orang yang ingin membunuh, apabila dia mengetahui akan dibunuh jika melakukan pembunuhan. Kedua, kehidupan bagi korban.Ketiga, karena orang yang ingin membunuhnya takut diqishas sehingga dia tidak berani untuk melakukan pembunuhan. Ketiga, kehidupan bagi selain kedua di atas: adanya jaminan kehidupan bagi orang yang berkeinginan untuk membunuh dan ingin dibunuh. Keempat, dengan hidupnya orang ingin membunuh dan dibunuh nomor 3 di atas, maka terdapat jaminan kehidupan terhadap orang yang ta’asshub kepada keduanya. Karena datangnya fitnah yang besar disebabkan adanya pembunuhan.”
Dalam ayat tersebut justru dalam qishas terdapat jaminan kelangsungan hidup bagi umat yang menggunakan akalnya. Tidak sebagaimana saat ini, yang terjadi adalah hukum rimba. Siapa yang kuat (kaya dan berkedudukan) maka dia bisa kebal terhadap hukum dan bisa memenangkan perkara atau dapat membunuh orang yang bertentangan dengannya.
Pembunuhan
di Lapas Cebongan adalah reaksi balas dendam atas pembunuhan anggota Kopassus
Serka Heru Santoso. Kejadian ini menunjukkan orang yang dekat dengan korban
meskipun bukan keluarga mempunyai rasa balas dendam apalagi ahli waris (keluarga).
Sehingga
benar dalam dalam Islam sebelum disanksi qishas, ditanyakan terlebih dahulu
kepada pihak ahli waris akan keridhaannya. Apabila ahli waris ridha maka hukum
qishas digagalkan dan diganti dengan diyat. Sehingga dengan diyat kelangsungan
hidup ahli waris bisa terjamin. Pun saat di qishas, jika pelaku menjadi tulang
punggung keluarga, maka di dalam Islam ada baitul mal yang akan mencukupi pada
saat keluarga terdekatnya tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Makanya Islam
wajib diterapkan secara menyeluruh, sehingga ketakutan-ketakutan tidak
beralasan yang disampaikan oleh banyak orang baik oleh musuh Islam ataupun umat
Islam bisa teratasi. Karena Allah sudah mengaturanya dengan sempurna dan
paripurna, tetapi umat Islam saja yang belum memahami dengan sempurna.
Dalam
setiap kasus yang sudah, sedang dan yang akan terjadi, jika umat tidak
memutuskan dengan adil sebagaimana dalam al-Qur’an. Meskipun berbeda reaksi
yang dilakukan oleh yang punya kekuatan dengan rakyat jelata. Yang punya
kekuatan bisa menggunakan kekuatannya, sedangkan rakyat jelata hanya bisa
pasrah menyimpan dendam. Dan tidak ada jaminan mereka tidak melampiaskannya
pada anak-cucu pelaku.
Khatimah/Penutup.
Umat
tidak harus merasa ngeri terhadap hukum Islam seperti qishas yang adil. Karena
hukum Islam bukan hukum jalanan yang asal bunuh, sebagaimana kejadian
pembunuhan Serka Heru Santoso dan penyerangan Kopassus. Dalam kasus inipun umat
ternyata banyak yang mendukung Kopassus, meskipun sampai membunuh 4 orang.
Karena merasa hal tersebut adalah balasan yang adil, padahal hukuman adalah
kewenangan hakim.
Seharusnya
umat sangat mendukung terhadap sanksi qishas bagi pembunuh yang disengaja dalam
hukum Islam. Karena orang baru dinyatakan bersalah setelah proses pembuktian.
Qishaspun
dilakukan pada saat keluarga tidak ridha terhadap suatu kasus. Pembunuhan
Kopassus dan penyerangan terhadap yang diduga preman cukuplah sebagai ibrah
bagi umat Islam untuk kembali ke hukum Islam. Tidak perlu menunggu pembunuhan
yang lebih besar lagi atau bahkan menunggu keluarga sendiri yang terlibat.*
Herman Anas (Penulis adalah alumnus Pondok
Pesantren Annuqayah Sumenep Madura)
Dimuat di media Online http://www.hidayatullah.com/read/28137/15/04/2013/hikmah-di-balik-penyerangan-kopassus-di-lapas-cebongan.html
No comments:
Post a Comment