Bagi setiap majikan hendaklah ia
tidak mengakhirkan gaji bawahannya dari waktu yang telah dijanjikan, saat
pekerjaan itu sempurna atau di akhir pekerjaan sesuai kesepakatan. Jika
disepakati, gaji diberikan setiap bulannya, maka wajib diberikan di akhir bulan.
Jika diakhirkan tanpa ada udzur, maka termasuk bertindak zholim.
Allah Ta’ala berfirman
mengenai anak yang disusukan oleh istri yang telah diceraikan,
فَإِنْ أَرْضَعْنَ
لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
“Kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS. Ath
Tholaq: 6). Dalam ayat ini dikatakan bahwa pemberian upah itu segera setelah
selesainya pekerjaan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga memerintahkan memberikan upah sebelum keringat si pekerja
kering. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَعْطُوا الأَجِيرَ
أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Berikan kepada seorang pekerja
upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih).
Maksud hadits ini adalah bersegera menunaikan hak si pekerja setelah selesainya
pekerjaan, begitu juga bisa dimaksud jika telah ada kesepakatan pemberian gaji
setiap bulan.
Al Munawi berkata, “Diharamkan
menunda pemberian gaji padahal mampu menunaikannya tepat waktu. Yang dimaksud
memberikan gaji sebelum keringat si pekerja kering adalah ungkapan untuk
menunjukkan diperintahkannya memberikan gaji setelah pekerjaan itu selesai
ketika si pekerja meminta walau keringatnya tidak kering atau keringatnya telah
kering.” (Faidhul Qodir, 1: 718)
Menunda penurunan gaji pada pegawai
padahal mampu termasuk kezholiman. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَطْلُ الْغَنِيِّ
ظُلْمٌ
“Menunda penunaian kewajiban
(bagi yang mampu) termasuk kezholiman” (HR. Bukhari no. 2400 dan Muslim no.
1564)
Bahkan orang seperti ini halal
kehormatannya dan layak mendapatkan hukuman, sebagaimana sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
لَيُّ الْوَاجِدِ
يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوبَتَهُ
“Orang yang menunda kewajiban,
halal kehormatan dan pantas mendapatkan hukuman” (HR. Abu Daud no. 3628, An
Nasa-i no. 4689, Ibnu Majah no. 2427, hasan). Maksud halal
kehormatannya, boleh saja kita katakan pada orang lain bahwa majikan ini biasa
menunda kewajiban menunaikan gaji dan zholim. Pantas mendapatkan hukuman adalah
ia bisa saja ditahan karena kejahatannya tersebut.
Para ulama yang duduk di Al Lajnah
Ad Daimah (Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) pernah ditanya, “Ada seorang
majikan yang tidak memberikan upah kepada para pekerjanya dan baru memberinya
ketika mereka akan safar ke negeri mereka, yaitu setelah setahun atau dua
tahun. Para pekerja pun ridho akan hal tersebut karena mereka memang tidak
terlalu sangat butuh pada gaji mereka (setiap bulan).”
Jawab ulama Al Lajnah Ad Daimah,
“Yang wajib adalah majikan memberikan gaji di akhir bulan sebagaimana yang
berlaku di tengah-tengah masyarakat. Akan tetapi jika ada kesepakatan dan sudah
saling ridho bahwa gaji akan diserahkan terakhir setelah satu atau dua tahun,
maka seperti itu tidaklah mengapa. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
المسلمون على شروطهم
“Kaum muslimin wajib mematuhi
persyaratan yang telah mereka sepakati.” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 14:
390).
No comments:
Post a Comment