Pages

Monday, April 15, 2013

QISHAS dan KASUS LAPAS CEBONGAN





Oleh: Herman Anas
PENYERANGAN Lapas Cebongan yang menewaskan empat tahanannya yakni ; Dicky Sahetapi alias Dicky Ambon, Dedi, Ali, dan YD alias Johan sudah terungkap. Keterlibatan oknum anggota Korps Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD terbukti sebagai pelaku penyerangan Lapas Kelas IIB Cebongan Sleman Yogyakarta, mengundang kecaman dan keprihatinan.
Penyelidikan dari Tim Investigasi TNI AD mendapatkan motif penyerangan Lapas Kelas IIB Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah reaksi atas pembunuhan anggota Kopassus Serka Heru Santoso dan penyerangan mantan anggota Kopassus Serka Sriyono. Kedekatan pelaku dengan para korban juga menjadi latar belakang. (Kamis, 4 April 2013 Jakarta, Kompas.com)
Ada banyak sekali komentar diberbagai media massa tentang kasus Penyerangan Kopassus di Lapas Cebongan. Mulai dari mengecam karena main hakim sendiri sampai dengan yang memuji Kopassus, karena bisa membunuh 4 orang yang dikaitkan premanisme.
Namun yang jelas, semua pihak sepakat,  hukum jalanan (street justice) tidak akan pernah menyelesaikan masalah, tetapi justru akan memperuncing dan menambah masalah yang lain. Penegakan hukum harus dipastikan terbuka atas kasus ini. Semata-mata, untuk mencegah semakin meningkatnya ketidakpercayaan publik pada hukum dan para aparat negara.

Meski demikian,ada beberapa hikmah yang bisa diambil dari kasus tersebut. Tentu sebagai umat Islam, kita harus memandangnya sebuah kasus dari sudut pandang Islam. Bukan berdasarkan sudut pandang yang lain. Dan yang terpenting, hikmah tersebut hanya bisa diambil oleh orang yang menggunakan akalnya.
Banyak sekali perintah di dalam al-Qur’an mengajak manusia untuk menggunakan akal bukan perasaan di dalam menyelesaikan persoalan. Allah pada saat memberikan petunjuk (al-qur’an) kepada manusia tentu untuk kemaslahatan. Sehingga orang yang mengingkari petunjuk tersebut akan tersesat dan mengalami kerusakan dalam hidupnya baik di dunia terlebih di akhirat.
Sebagaimana perkataan Sayyidina umar  (Kita adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan agama Islam, maka apabila kita mencari kemulian di luar Islam, justru Allah menghinakannya)
Perkataan Sayyidina umar ini bisa dibuktikan pada saat ini oleh umat Islam. Umat benar-benar dihinakan oleh Allah dengan hukum jalanan karena tidak diterapkannya sanksi qishas dalam kasus pembunuhan yang disengaja. 

1. Kerusakan yang pertama adanya Hukum Jalanan (Street Justice)
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum saat ini mengakibatkan mereka mengambil langkah hukum sendiri. Hal ini terbukti banyak kasus tidak hanya penyerangan Kopassus di Lapas Cebongan yang sedang ramai dibicarakan saat ini.
Banyak sekali kasus pembunuhan, mutilasi dan perampokan yang berada disekeliling kita. Bahkan jambret dan pencuri  malah menjadi profesi akibat tiadanya hukum yang tegas, memberikan efek jera dan adil.
Dalam Islam orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan pembunuhan karena dia tau konsekuensinya adalah dibunuh (efek jera).
Abu ‘aliyah mengatakan dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa ;“Allah menjadikan Qishas sebagai jaminan keberlangsungan hidup : Betapa banyak orang yang ingin membunuh, tapi kemudian mengurungkannya karena takut dirinya dibunuh (qishas)”. Tidak pandang bulu siapapun yang melakukan baik rakyat jelata ataupun konglomerat. Sebagaimana potongan Sabda Nabi, “Andaikan Fathimah binti Muhammad mencuri niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya.”
Kondisi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Kepuasan terhadap penegakan hukum di Indonesia berada pada titik terendah. Hanya 29,8 persen yang menyatakan puas terhadap penegakkan hukum di tanah air. Sementara sisanya 56,0 persen menyatakan tidak puas. 
2. Kerusakan yang kedua adanya Balas Dendam pada saat masalah tidak diputusi secara adil.
Kebanyakan orang sering mengatakan kejam terhadap sanksi Islam sebagaimana qishas. Karena mereka memakai sudut pandang HAM-Barat yang melihat dari sisi pelaku, bukan sudut pandang Islam yang memandang dari sisi korban. Padahal Allah berfirman dalam al-Qur’an

Wednesday, April 10, 2013

Bertaqwalah di faceebook,twitter,jejaring Sosial Internet yg laen






Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, “Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada. Iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan yang baik, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang mulia.” (HR. at-Tirmidzi, dia berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Dihasankan pula oleh asy-Syaikh al-Albani)

karena dunia sudah semakin melebar, memasuki sisi terdalam dari kita, sisi Imajinasi kita, 

Rasulluloh memberi nasehat seperti hadist di atas, Memang Al-qur'an dan Hadist Rasulluloh Muhammad SAW berlaku sesuai kehidupan sepanjang zaman, kapanpun waktu manusia hidup, dan dimanapun manusia berada. Akal menjadi alat berfikir, dan panduan Agama (al-Qur'an dan Hadist) sebagai aturan kehidupan agar selamat menjalani kehidupan ini.

membicarakan hadist tersebut, tentunya harus dengan keimanan, disertainya kepercayaan bahwa apa yang disampaikan Rasullulah adalah kebenaran, "bertaqwa kepada Allah dimana saja kamu berada" menyatakan bahwa ia mengingatkan kita jika dalam dunia maya-pun (internet, HP, BB, dll) kita juga harus bertaqwa, ketika pergaulan ini sudah menjelajah, mendunia, dan bebas, lintas batas, tentunya kepribadian/akhlaq kitapun seharusnya tetap dijaga. amin

~kemudahan itu harusnya menjadi Anugerah~
~kebebasan itu harusnya menjadi Hikmah~

{arip, +Cawang Mandiri 


bangun dan...




“Barangsiapa yang bangun dipagi hari dan hanya dunia yang dipikirkannya, sehingga seolah-olah ia tidak melihat hak Allah dalam dirinya (berdzikir) maka Allah subhanahu wata’ala akan menanamkan empat penyakit. Kebingungan yang tiada putus-putusya, kesibukan yang tidak pernah ada ujungnya, kebutuhan yang tidak pernah terpenuhi, khayalan yang tidak berujung.” (HR. Muslim)

3 ukuran untuk memilih calon pasangan



{cawang, Jakarta Timur, 10-4-2013}
Ketika akan mencari pasangan Hidup, kita sebagai laki-laki mempunyai harapan tuk mendapatkan istri yang sholihah, adapun untuk mendapatkan pasangan yang Sholihah tentunya haruslah Instropeksi diri, Memperbaiki diri Keshalihan diri, Ikhtiar itulah yang Mulia.
Terkadang Media sekarang memudahkan kita tuk berinteraksi, Internet (facebook, Twitter,dll) HP, BB,dll membuat kemudahan tuk berkomunikasi, tentunya itu hanya dunia Maya, yang mana interaksi yang terjadi bukanlah realtime dan tidak nyata. Akhlaq adalah cerminan pribadi seseorang, dalam berinteraksi Akhlaq merupakan cerminan kepribadian seseorang.
Pengalaman penulis pribadi sesungguhnya berkeinginan menemukan jodoh ditempat-tempat yang Mulia, entah itu di Masjid, di pengajian, di kegiatan keagamaan dan sejenisnya. Tapi semua aktifitas kerja dan domisili yang tidak memungkinkan. akhirnya hanya do’a dan ikhtiar sebisanya yang dilakukan. Tentunya dengan dilandasi dengan Niatan Awal yang TEguh dan Benar bahwa Menikah adalah syari’at yang dituntunkan oleh yang Mulia Sauritauladan kita NAbiyulloh Rasulluloh Muhammad SAW.

Rasullulloh mengajarkan bagaimana memilih pasangan/istri.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang salehah” (HR. Muslim).
Seorang pria yang bijak nan pandai tentu mengidamkan seorang calon isteri, seorang wanita yang dia yakini dapat membahagiakannya. Dia tidak akan menjerumuskan diri ke dalam perangkap seorang wanita yang dapat membuat lelah hidupnya, kering kerontang dari kasih sayang, serta dipenuhi persoalan dan masalah yang membuatnya tidak merasa bahagia. Sebaliknya, dia berusaha untuk mendapatkan wanita yang sejuk dipandangnya, lembut dibelainya, menaunginya dengan kasih dan cinta, meredam amarah dan gejolak yang terbawa dari luar rumah, serta mampu mendidik anak-anak buah hatinya menjadi anak yang taat dan menyenangkan. Itulah wanita salihah, idaman dan dambaan setiap laki-laki.
Islam, berdasarkan tuntunan dari Rasulullah saw., telah merangkai kriteria-kriteria dari wanita yang layak menjadi pendamping hidup. Diriwayatkan  Abdullah bin Amr, Nabi saw., bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلَا تَزَوَّجُوهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ وَلَأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
"Rasulullah: "Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya itu merusak mereka. Janganlah menikahi mereka karena harta-harta mereka, bisa jadi harta-harta mereka itu membuat mereka sesat. Akan tetapi nikahilah mereka berdasarkan agamanya. Seorang budak wanita berkulit hitam yang telinganya sobek tetapi memiliki agama adalah lebih utama." (HR. Muslim)
Wanita yang cantik, rupawan, nan elok, tidak disangkal menjadi impian dari kebanyakan pria. Sehingga, ketika wanita seperti itu melintas di hadapannya, dapat dipastikan mata sang pria akan mengikuti pemandangan tersebut sampai hilang di ujung jalan. Namun cukupkah kecantikan wanita tersebut bagi dirinya untuk menjadi bahagia?
Hadis di atas mewanti-wanti pria yang tergoda oleh kecantikan wanita seperti ini.  Kecantikan bagi seorang wanita bisa menjadi anugerah yang besar, ketika wanita tersebut mensyukurinya. Namun bagi wanita yang tidak bersyukur, dia tidak menyadari bahwa kecantikan itu dapat melalaikannya dari agama. Mengapa? Sebab, kecantikan akan mendatangkan pujian. Pujian itu sendiri dapat menjadi candu yang memabukkan. Ketika seseorang dimabuk pujian, maka logika akal sehat bisa terdegradasi (berkurang). Jika sudah demikian adanya, maka bukan rahmah yang diperoleh oleh suaminya kelak ketika telah menikah, melainkan fitnah. Selain itu, kecantikan seseorang bersifat sementara. Kecantikan akan berkurang dengan bertambahnya usia. Maka seorang pria yang menikahi wanita karena faktor kecantikan bisa jadi akan berpaling ke wanita lain yang lebih cantik setelah kecantikan itu berkurang dari wanita pertamanya. Jika ini terjadi, maka dimulailah episode pertengkaran dan cekcok dalam rumah tangga.
Bagaimana dengan Isteri yang Kaya?
Mendapatkan wanita yang kaya bukan hal yang tercela. Nabi saw., sendiri menikahi Khadijah, seorang saudagar yang kaya raya. Perkawinan mereka langgeng dan harmonis, bahu membahu dalam bekerja dan berdakwah. Akan tetapi, memilih untuk menikah dengan kekayaan sebagai alasan utamanya bukan pilihan tanpa resiko. Harta kekayaan yang melimpah jika tidak disyukuri dan tidak dimanfaatkan untuk kebaikan, justru menjadi ‘bumerang’ bagi pemiliknya. Allah berfirman:
Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Ibrahim: 14).
Ayat ini berlaku umum untuk pria dan wanita. Plus minus dari kekayaan adalah ia dapat menjadi alat dan sarana untuk mendatangkan kebaikan yang lebih banyak sekaligus dapat menjadi penyebab dari kedurhakaan. Sebab banyaknya nikmat  yang diperoleh seseorang dari Allah swt., berimplikasi seimbang dengan tingkat rasa syukurnya kepada Allah. Karena itu, Nabi saw., mengajarkan doa :
Ya Allah, curahkanlah kepada kepada kami rasa takut kepada-Mu yang menghalangi kami dari bermaksiat kepadaMu, dan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami kepada SurgaMu, dan curahkanlah keyakinan yang meringankan musibah di dunia. Berilah kenikmatan kami dengan pendengaran kami, penglihatan kami, serta kekuatan kami selama kami hidup, dan jadikan itu sebagai warisan dari kami, dan jadikan pembalasan atas orang yang menzhalimi kami, dan tolonglah kami melawan orang-orang yang memusuhi kami, dan janganlah Engkau jadikan musibah kami pada agama kami, dan jangan Engkau jadikan dunia sebagai impian kami terbesar, serta pengetahuan kami yang tertinggi, serta jangan engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menyayangi kami”. (HR. Turmuzi)
Pilihlah Muslimah Sejati
Sebagaimana halnya muslim sejati, muslimah sejati adalah wanita yang menjalankan perannya dalam kehidupan ini sesuai dengan ajaran Islam. Kekayaan dan kecantikan sama sekali tidak terkait dengan kesejatian seorang muslimah. Yang terpenting adalah bahwa wanita memiliki peran yang sama pentingnya dengan pria dalam mengarungi samudera kehidupan ini, dalam membina anak, menegakkan syiar Islam, atau mengamalkan Islam secara keseluruhan.
Wanita salihah sesungguhnya adalah seorang muslimah sejati. Dia mematuhi dan mentaati suaminya sepenuh kepatuhan dan ketaatan dalam rel dan koridor agama. Dia mencintai suami dan anak-anaknya sebagai bagian dari cintanya kepada Allah.  Maka ketika suaminya khilaf dan menyimpang dari ajaran agama, dialah yang pertama menegurnya dengan cara yang halus, yang tidak menyinggung perasaan suaminya. Ketika suaminya giat dalam bekerja dan berdakwah, sang isteri berperan sebagai “amunisi dan bahan bakar” yang memotivasi dan mensupport secara maksimal.
Wanita yang salihah, tidak membiarkan hatinya ditumbuhi benih pengkhianatan dan penyelewengan. Dia menutup hati dan qalbunya  rapat-rapat tanpa celah dari kekaguman dan pesona pria selain suaminya. Bahkan kalau boleh dia meminta kepada Allah kiranya ruhnya dicabut dalam kesetiaan dan cintanya, mendahului suaminya. Karena dia tidak ingin kalau suaminya yang meninggal terlebih dahulu, akan datang berbagai godaan yang merusak cinta dan setianya kepada suami.
Ciri Utama Isteri Salihah
Lalu, apa ciri-ciri utama dari seorang isteri yang salihah? Nabi saw., memberikan keterangan sebagai berikut:
“Maukah aku beritahukan kepadamu tentang sebaik-baik harta pusaka seseorang? Yaitu wanita shalehah yang menyenangkan jika dipandang, yang taat padanya jika disuruh, yang bisa menjaganya jika ditinggal pergi.” (HR. Abu Daud dan al-Hakim dari Umar ra.)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّذِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ
Dari [Abu Hurairah]; Rasulullah: "Wanita yang bagaimana yang paling baik?" Beliau menjawab: "Jika ia dipandang selalu menyenangkan, jika diperintah taat, dan tidak menyelisihinya terhadap perkara yang ia benci bila terjadi pada dirinya (istri) atau hartanya (suami)."
Dari hadis di atas, disebutkan minimal 3 (tiga) ciri wanita (isteri) salihah, yaitu:
1.    Menyenangkan jika dipandang. Tidak harus cantik nan rupawan bagi seorang wanita untuk menyenangkan orang yang memandangnya. Kalau jiwanya dipenuhi keikhlasan, rasa percaya dan yakin bahwa Allah menjaganya selama dia taat, hatinya penuh dengan praduga baik (husnuzhzhann), maka batinnya memancarkan sinyal-sinyal kasih sayang yang menyentuh hati orang yang memandangnya, tanpa menimbulkan niat buruk. Itulah qurratu ‘ain, istilah al-Qur’an bagi isteri dan anak-anak saleh yang menjadi penyejuk mata bagi suami atau ayahnya. Sekali lagi, bukan kecantikan fisik yang menyenangkan untuk dipandang, tetap keindahan batin.
2.    Taat jika disuruh. Seorang pria yang bijak, tidak memperlakukan isterinya bagaikan pembantu atau pelayannya. Maka adalah sikap dan anggapan keliru dari “perkumpulan suami-suami” yang atas nama agama, menginginkan ketaatan dari seorang isteri, layaknya ketaatan atasan terhadap bawahan, atau majikan terhadap buruhnya. Ketaatan yang dimaksudkan dan diinginkan di sini adalah ketaatan yang proporsional bagi seorang isteri dan ibu rumah tangga yang terhormat. Seorang suami yang meminta dibuatkan the buatan tangan isterinya wajar dan wajib ditaati. Namun jika suami menyuruh isteri untuk  mengepel dan membersihkan rumah padahal dia mempunyai atau mampu membayar pembantu, maka ketaatan yang diminta suami di sini adalah ketaatan yang berlebihan.
3.    Menjaga amanah rumah tangganya saat ditinggal pergi. Amanah yang harus dijaga wanita terhadap suaminnya tidak lain adalah kehormatan dirinya sendiri, harta suaminya, serta anak-anaknya. Terkadang hal ini menjadi sesuatu yang berat bagi seorang wanita. Adakalanya, karena suatu tugas, seorang suami harus pergi ke luar kota atau ke luar negeri untuk beberapa lama. Di sinilah godaan yang berat bagi seorang wanita. Jika ia mampu menjaga amanah tersebut, maka inilah profil wanita ahli surga.
Maka engkau wahai wanita muslimah, jadilah isteri yang salihah bagi suamimu. Jadilah ibu yang penyayang bagi anak-anakmu, dan jadilah anak yang berbakti bagi kedua orang tuamu. Maka engkau akan hidup terhormat di dunia, dan menjadi idola di akhirat kelak.
Semoga bermanfaat buat saya pribadi dan anda sekalian. Amin

bila mampu tidak meminta bantuan



Hidup mandiri merupakan sesuatu yang amat penting bagi setiap orang sehingga tidak besar ketergantungannya kepada orang lain. Karena itu, Rasulullah saw amat menekankan kepada kita untuk bisa hidup mandiri. Dari sisi ekonomi, seorang muslim memang harus berusaha secara halal dan terhormat, sehingga mengemispun harus dihindari kecuali bila terpaksa yang keterpaksaan itupun tidak boleh berlangsung lama. Bila mengemis saja sudah jangan, apalagi mencuri dan sejenisnya, Rasulullah saw bersabda:

عَنْ قَبِيْصَةَ بْنِ مُخَارِقِ الْهِلاَلِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: تَحَمَّلَتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ فِيْهَا, فَقَالَ: أَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ, فَنَأْمُرَ لَكَ بِهَا. قَالَ: ثُمَّ قَالَ: يَا قَبِيْصَةُ, إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ ِلأَحَدٍ ثَلاَثَةٍ: رَجُلٌ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ, وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ احْتَاجَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ, أوْ قَالَ: سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ. وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِى الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ: لقدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاَقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ, أوْ قَالَ: سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ. فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيْصَةُ, سُحْتًا يًأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا
Qabishah bin Mukhariq al Hilal ra berkata: “aku pernah memikul tanggungan berat (diluar kemampuan), lalu aku datang kepada Rasulullah saw untuk mengadukan hal itu. Kemudian beliau bersabda: “Tunggulah sampai ada sedekah yang datang kepada kami lalu kami perintahkan agar sedekah itu diberikan kepadamu”. Setelah itu beliau bersabda: Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh kecuali bagi salah satu dari tiga golongan, yaitu (1) orang yang memikul beban tanggungan yang berat (diluar kemampuannya), maka dia boleh meminta-minta sehingga setelah cukup lalu berhenti, tidak meminta-minta lagi. (2) Orang yang yang tertimpa musibah yang menghabiskan hartanya, maka dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya. (3). Orang yang tertimpa kemiskinan sehingga tiga orang yang sehat pikirannya dari kaumnya menganggapnya benar-benar miskin, makia dia boleh meminta sampai dia memperoleh sekadar kebutuhan hidupnya. Sedangkan selain dari tiga golongan tersebut hai Qabishah, maka meminta-minta itu haram yang hasilnya bila dimakan juga juga haram (HR. Muslim).

Dalam melaksanakan sesuatu, sedapat mungkin seseorang bisa mengerjakannya sendiri, kecuali bila memang dituntut bekerjasama (amal jama’i). Karena itu jangan sampai kita meminta orang lain membantu kita untuk sesuatu yang tidak memerlukan bantuan, akibatnya kita malah menjadi orang yang suka menyuruh orang lain melakukan sesuatu, sedangkan kita hanya berleha-leha.