Pages

Monday, May 20, 2013

3 golongan yang hina di akhirat nanti






Imam An-Nawawi dalam Riyadhus-Shalihin (hal. 616). menukil sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw  berpesan kepada para sahabatnya: “Tsalaatsatun laa yukallimuhumullahu yaumal qiyamah wa laa yuzakkihim wa laa yandzuru ilaihim wa lahum ‘azabun aliim”. (Ada tiga golongan manusia pada Hari Kiamat tidak disapa, tidak disucikan, tidak ditatap dan akan ditimpakan azam pedih). (HR. Muslim).
 
Pertama ; Syaikhun zaanin (orang tua yang berzina).

Allah benci kepada siapa pun yang berzina, tapi lebih benci kepada orang tua bangka yang berzina.

Kenapa? Karena seorang yang sudah lanjut usia mestinya menjadi sumber kearifan, melindungi dan panutan masyarakatnya. Menjaga keharmonisan sosial dan keluarga serta semakin taqarrub ilallah.

Saturday, May 18, 2013

Kewajiban Mencari Rejeki Yang Halal





(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi)
Di majalah As Syari’ah
(Surakarta)


Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta Alam, Dzat Yang Maha Tinggi dengan sifat-sifat-Nya yang mulia dan nama-nama-Nya yang berada pada puncak keindahan. Semoga shalawat dan salam-Nya selalu Ia curahkan keharibaan Rasul-Nya Muhammad, keluarga, sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Thursday, May 16, 2013

mencintai karena Allah



إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له من يضلل فلا هاديله، وأشهد أن لا إلـه إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.

Segala puji bagi Allah, kita memujinya, memohon pertolongan dan ampunan kepadaNya kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita, barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya hidayah.
Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah dengan benar kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah hamba dan utusan Allah.

Tuesday, May 14, 2013

Bekerja adalah Ibadah




Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari susah dan sedih, lemah dan malas, takut dan kikir, serta tertekan hutang dan penindasan orang lain
Dalam pandangan Islam, bekerja merupakan suatu tugas yang mulia, yang akan membawa diri seseorang pada posisi terhormat, bernilai, baik di mata Allah SWT maupun di mata kaumnya. Oleh sebab itulah, Islam menegaskan bahwa bekerja merupakan sehuah kewajiban yang setingkat dengan Ibadah. Orang yang bekerja akan mendapat pahala sebagaimana orang beribadah. Lantaran manusia yang mau bekerja dan berusaha keras untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya, akan dengan sendirinya hidup tentram dan damai dalam masyarakat . Sedangkan dalam pandangan Allah SWT, seorang pekerja keras (di jalan yang diridhai Allah tentu lebih utama ketimbang orang yang hanya melakukan ibadah (berdo’a saja misalnya), tanpa mau bekerja dan berusaha, sehingga hidupnya melarat penuh kemiskinan.
Orang-orang yang pasif dan malas bekerja, sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan sebagian dari harga dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur. Rasulullah SAW amat prihatin terhadap para pemalas. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Abu Dawud dikisahkan, bahwa pada suatu hari beliau menjumpai seorang sahabat sedang duduk bersimpuh di dalam masjid, ketika semua orang sedang giat bekerja. Maka Beliaupun bertanya: ”Mengapa engkau berada dalam masjid di luar waktu shalat, wahai Abu Umamah?” Abu Umamah menjawab: ”Saya bersedih lantaran banyak hutang, wahai Rasulullah”. Lantas beliau bersabda: ”Mari Aku tunjukkan kepadamu beberapa kalimat, dan jika engkau membacanya, Allah akan menghapus kesedihanmu dan menjadikan hutangmu terbayar. Bacalah pada waktu pagi dan sore.”
Do’a tersebut, yang artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari susah dan sedih, lemah dan malas, takut dan kikir, serta tertekan hutang dan penindasan orang lain”. (HR. Bukhari)

Sunday, May 12, 2013

Jika Nafas Masih Ada, Tanda Masih Terbuka Kesempatan Bertaubat




وَمَن تَابَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَاباً

“Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.”
[QS: Al-Furqan, 25: 71]
SESUNGGUHNYA tidak ada yang setengah-setengah dalam agama, semua yang haq dan bathil telah dijelaskan secara rinci dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Karena itu, jika manusia ingin melaksanakan syari’at agama hendaknya bersikap total, sepenuhnya diamalkan.
Masalahnya, ajakan dan perintah yang cukup jelas itu kadang menjadikan makhluk yang bernama manusia tidak sempat untuk menangkap hikmah dan manfaat kini. Orang menjadi serius dengan kesibukan tertentu, dan lalai dalam melaksanakan ajakan dan perintah itu.
Di sisi lain, agama ini memberikan ‘rambu-rambu’ kehidupan yang jelas, dan larangan adalah garis yang tidak dapat diterjang oleh siapapun. Tanpa terkecuali. Betapa Islam tidak memberikan perlakuan yang bersifat ‘pilih kasih’ dalam soal tatanan dan aturan hidup.
Sering kali ungkapan yang diajukan adalah karena saya manusia, tempat lupa dan salah. Ada lagi yang menganggap mumpung masih muda, dipuas-puaskan. Yang lain lagi mengatakan bahwa saya ini sudah terlanjur banyak berbuat maksiat. Mungkin masih banyak yang ingin menunjukkan mengapa tidak segera keluar untuk menemukan jalan baru, taubat. Semakin dicari alasan semakin tidak akan pernah terjadi pertaubatan. Dan menuruti hawa nafsu tidak akan pernah ada ujungnya.

Friday, May 10, 2013

MIMPI YANG HARUS DIBELI


CITA-CITA MENJADI TAMU ALLAH DI MASJIDIL HARAM {umur 35}.. AMIIIIINNN

Sunday, May 5, 2013

bayarlah upah pekerjamu sebelum keringatnya kering





Bagi setiap majikan hendaklah ia tidak mengakhirkan gaji bawahannya dari waktu yang telah dijanjikan, saat pekerjaan itu sempurna atau di akhir pekerjaan sesuai kesepakatan. Jika disepakati, gaji diberikan setiap bulannya, maka wajib diberikan di akhir bulan. Jika diakhirkan tanpa ada udzur, maka termasuk bertindak zholim.
Allah Ta’ala berfirman mengenai anak yang disusukan oleh istri yang telah diceraikan,
فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS. Ath Tholaq: 6). Dalam ayat ini dikatakan bahwa pemberian upah itu segera setelah selesainya pekerjaan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan memberikan upah sebelum keringat si pekerja kering. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Monday, April 15, 2013

QISHAS dan KASUS LAPAS CEBONGAN





Oleh: Herman Anas
PENYERANGAN Lapas Cebongan yang menewaskan empat tahanannya yakni ; Dicky Sahetapi alias Dicky Ambon, Dedi, Ali, dan YD alias Johan sudah terungkap. Keterlibatan oknum anggota Korps Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD terbukti sebagai pelaku penyerangan Lapas Kelas IIB Cebongan Sleman Yogyakarta, mengundang kecaman dan keprihatinan.
Penyelidikan dari Tim Investigasi TNI AD mendapatkan motif penyerangan Lapas Kelas IIB Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah reaksi atas pembunuhan anggota Kopassus Serka Heru Santoso dan penyerangan mantan anggota Kopassus Serka Sriyono. Kedekatan pelaku dengan para korban juga menjadi latar belakang. (Kamis, 4 April 2013 Jakarta, Kompas.com)
Ada banyak sekali komentar diberbagai media massa tentang kasus Penyerangan Kopassus di Lapas Cebongan. Mulai dari mengecam karena main hakim sendiri sampai dengan yang memuji Kopassus, karena bisa membunuh 4 orang yang dikaitkan premanisme.
Namun yang jelas, semua pihak sepakat,  hukum jalanan (street justice) tidak akan pernah menyelesaikan masalah, tetapi justru akan memperuncing dan menambah masalah yang lain. Penegakan hukum harus dipastikan terbuka atas kasus ini. Semata-mata, untuk mencegah semakin meningkatnya ketidakpercayaan publik pada hukum dan para aparat negara.

Meski demikian,ada beberapa hikmah yang bisa diambil dari kasus tersebut. Tentu sebagai umat Islam, kita harus memandangnya sebuah kasus dari sudut pandang Islam. Bukan berdasarkan sudut pandang yang lain. Dan yang terpenting, hikmah tersebut hanya bisa diambil oleh orang yang menggunakan akalnya.
Banyak sekali perintah di dalam al-Qur’an mengajak manusia untuk menggunakan akal bukan perasaan di dalam menyelesaikan persoalan. Allah pada saat memberikan petunjuk (al-qur’an) kepada manusia tentu untuk kemaslahatan. Sehingga orang yang mengingkari petunjuk tersebut akan tersesat dan mengalami kerusakan dalam hidupnya baik di dunia terlebih di akhirat.
Sebagaimana perkataan Sayyidina umar  (Kita adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan agama Islam, maka apabila kita mencari kemulian di luar Islam, justru Allah menghinakannya)
Perkataan Sayyidina umar ini bisa dibuktikan pada saat ini oleh umat Islam. Umat benar-benar dihinakan oleh Allah dengan hukum jalanan karena tidak diterapkannya sanksi qishas dalam kasus pembunuhan yang disengaja. 

1. Kerusakan yang pertama adanya Hukum Jalanan (Street Justice)
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum saat ini mengakibatkan mereka mengambil langkah hukum sendiri. Hal ini terbukti banyak kasus tidak hanya penyerangan Kopassus di Lapas Cebongan yang sedang ramai dibicarakan saat ini.
Banyak sekali kasus pembunuhan, mutilasi dan perampokan yang berada disekeliling kita. Bahkan jambret dan pencuri  malah menjadi profesi akibat tiadanya hukum yang tegas, memberikan efek jera dan adil.
Dalam Islam orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan pembunuhan karena dia tau konsekuensinya adalah dibunuh (efek jera).
Abu ‘aliyah mengatakan dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa ;“Allah menjadikan Qishas sebagai jaminan keberlangsungan hidup : Betapa banyak orang yang ingin membunuh, tapi kemudian mengurungkannya karena takut dirinya dibunuh (qishas)”. Tidak pandang bulu siapapun yang melakukan baik rakyat jelata ataupun konglomerat. Sebagaimana potongan Sabda Nabi, “Andaikan Fathimah binti Muhammad mencuri niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya.”
Kondisi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Kepuasan terhadap penegakan hukum di Indonesia berada pada titik terendah. Hanya 29,8 persen yang menyatakan puas terhadap penegakkan hukum di tanah air. Sementara sisanya 56,0 persen menyatakan tidak puas. 
2. Kerusakan yang kedua adanya Balas Dendam pada saat masalah tidak diputusi secara adil.
Kebanyakan orang sering mengatakan kejam terhadap sanksi Islam sebagaimana qishas. Karena mereka memakai sudut pandang HAM-Barat yang melihat dari sisi pelaku, bukan sudut pandang Islam yang memandang dari sisi korban. Padahal Allah berfirman dalam al-Qur’an

Wednesday, April 10, 2013

Bertaqwalah di faceebook,twitter,jejaring Sosial Internet yg laen






Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, “Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada. Iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan yang baik, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang mulia.” (HR. at-Tirmidzi, dia berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Dihasankan pula oleh asy-Syaikh al-Albani)

karena dunia sudah semakin melebar, memasuki sisi terdalam dari kita, sisi Imajinasi kita, 

Rasulluloh memberi nasehat seperti hadist di atas, Memang Al-qur'an dan Hadist Rasulluloh Muhammad SAW berlaku sesuai kehidupan sepanjang zaman, kapanpun waktu manusia hidup, dan dimanapun manusia berada. Akal menjadi alat berfikir, dan panduan Agama (al-Qur'an dan Hadist) sebagai aturan kehidupan agar selamat menjalani kehidupan ini.

membicarakan hadist tersebut, tentunya harus dengan keimanan, disertainya kepercayaan bahwa apa yang disampaikan Rasullulah adalah kebenaran, "bertaqwa kepada Allah dimana saja kamu berada" menyatakan bahwa ia mengingatkan kita jika dalam dunia maya-pun (internet, HP, BB, dll) kita juga harus bertaqwa, ketika pergaulan ini sudah menjelajah, mendunia, dan bebas, lintas batas, tentunya kepribadian/akhlaq kitapun seharusnya tetap dijaga. amin

~kemudahan itu harusnya menjadi Anugerah~
~kebebasan itu harusnya menjadi Hikmah~

{arip, +Cawang Mandiri 


bangun dan...




“Barangsiapa yang bangun dipagi hari dan hanya dunia yang dipikirkannya, sehingga seolah-olah ia tidak melihat hak Allah dalam dirinya (berdzikir) maka Allah subhanahu wata’ala akan menanamkan empat penyakit. Kebingungan yang tiada putus-putusya, kesibukan yang tidak pernah ada ujungnya, kebutuhan yang tidak pernah terpenuhi, khayalan yang tidak berujung.” (HR. Muslim)

3 ukuran untuk memilih calon pasangan



{cawang, Jakarta Timur, 10-4-2013}
Ketika akan mencari pasangan Hidup, kita sebagai laki-laki mempunyai harapan tuk mendapatkan istri yang sholihah, adapun untuk mendapatkan pasangan yang Sholihah tentunya haruslah Instropeksi diri, Memperbaiki diri Keshalihan diri, Ikhtiar itulah yang Mulia.
Terkadang Media sekarang memudahkan kita tuk berinteraksi, Internet (facebook, Twitter,dll) HP, BB,dll membuat kemudahan tuk berkomunikasi, tentunya itu hanya dunia Maya, yang mana interaksi yang terjadi bukanlah realtime dan tidak nyata. Akhlaq adalah cerminan pribadi seseorang, dalam berinteraksi Akhlaq merupakan cerminan kepribadian seseorang.
Pengalaman penulis pribadi sesungguhnya berkeinginan menemukan jodoh ditempat-tempat yang Mulia, entah itu di Masjid, di pengajian, di kegiatan keagamaan dan sejenisnya. Tapi semua aktifitas kerja dan domisili yang tidak memungkinkan. akhirnya hanya do’a dan ikhtiar sebisanya yang dilakukan. Tentunya dengan dilandasi dengan Niatan Awal yang TEguh dan Benar bahwa Menikah adalah syari’at yang dituntunkan oleh yang Mulia Sauritauladan kita NAbiyulloh Rasulluloh Muhammad SAW.

Rasullulloh mengajarkan bagaimana memilih pasangan/istri.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang salehah” (HR. Muslim).
Seorang pria yang bijak nan pandai tentu mengidamkan seorang calon isteri, seorang wanita yang dia yakini dapat membahagiakannya. Dia tidak akan menjerumuskan diri ke dalam perangkap seorang wanita yang dapat membuat lelah hidupnya, kering kerontang dari kasih sayang, serta dipenuhi persoalan dan masalah yang membuatnya tidak merasa bahagia. Sebaliknya, dia berusaha untuk mendapatkan wanita yang sejuk dipandangnya, lembut dibelainya, menaunginya dengan kasih dan cinta, meredam amarah dan gejolak yang terbawa dari luar rumah, serta mampu mendidik anak-anak buah hatinya menjadi anak yang taat dan menyenangkan. Itulah wanita salihah, idaman dan dambaan setiap laki-laki.
Islam, berdasarkan tuntunan dari Rasulullah saw., telah merangkai kriteria-kriteria dari wanita yang layak menjadi pendamping hidup. Diriwayatkan  Abdullah bin Amr, Nabi saw., bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلَا تَزَوَّجُوهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ وَلَأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
"Rasulullah: "Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya itu merusak mereka. Janganlah menikahi mereka karena harta-harta mereka, bisa jadi harta-harta mereka itu membuat mereka sesat. Akan tetapi nikahilah mereka berdasarkan agamanya. Seorang budak wanita berkulit hitam yang telinganya sobek tetapi memiliki agama adalah lebih utama." (HR. Muslim)
Wanita yang cantik, rupawan, nan elok, tidak disangkal menjadi impian dari kebanyakan pria. Sehingga, ketika wanita seperti itu melintas di hadapannya, dapat dipastikan mata sang pria akan mengikuti pemandangan tersebut sampai hilang di ujung jalan. Namun cukupkah kecantikan wanita tersebut bagi dirinya untuk menjadi bahagia?
Hadis di atas mewanti-wanti pria yang tergoda oleh kecantikan wanita seperti ini.  Kecantikan bagi seorang wanita bisa menjadi anugerah yang besar, ketika wanita tersebut mensyukurinya. Namun bagi wanita yang tidak bersyukur, dia tidak menyadari bahwa kecantikan itu dapat melalaikannya dari agama. Mengapa? Sebab, kecantikan akan mendatangkan pujian. Pujian itu sendiri dapat menjadi candu yang memabukkan. Ketika seseorang dimabuk pujian, maka logika akal sehat bisa terdegradasi (berkurang). Jika sudah demikian adanya, maka bukan rahmah yang diperoleh oleh suaminya kelak ketika telah menikah, melainkan fitnah. Selain itu, kecantikan seseorang bersifat sementara. Kecantikan akan berkurang dengan bertambahnya usia. Maka seorang pria yang menikahi wanita karena faktor kecantikan bisa jadi akan berpaling ke wanita lain yang lebih cantik setelah kecantikan itu berkurang dari wanita pertamanya. Jika ini terjadi, maka dimulailah episode pertengkaran dan cekcok dalam rumah tangga.
Bagaimana dengan Isteri yang Kaya?
Mendapatkan wanita yang kaya bukan hal yang tercela. Nabi saw., sendiri menikahi Khadijah, seorang saudagar yang kaya raya. Perkawinan mereka langgeng dan harmonis, bahu membahu dalam bekerja dan berdakwah. Akan tetapi, memilih untuk menikah dengan kekayaan sebagai alasan utamanya bukan pilihan tanpa resiko. Harta kekayaan yang melimpah jika tidak disyukuri dan tidak dimanfaatkan untuk kebaikan, justru menjadi ‘bumerang’ bagi pemiliknya. Allah berfirman:
Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Ibrahim: 14).
Ayat ini berlaku umum untuk pria dan wanita. Plus minus dari kekayaan adalah ia dapat menjadi alat dan sarana untuk mendatangkan kebaikan yang lebih banyak sekaligus dapat menjadi penyebab dari kedurhakaan. Sebab banyaknya nikmat  yang diperoleh seseorang dari Allah swt., berimplikasi seimbang dengan tingkat rasa syukurnya kepada Allah. Karena itu, Nabi saw., mengajarkan doa :
Ya Allah, curahkanlah kepada kepada kami rasa takut kepada-Mu yang menghalangi kami dari bermaksiat kepadaMu, dan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami kepada SurgaMu, dan curahkanlah keyakinan yang meringankan musibah di dunia. Berilah kenikmatan kami dengan pendengaran kami, penglihatan kami, serta kekuatan kami selama kami hidup, dan jadikan itu sebagai warisan dari kami, dan jadikan pembalasan atas orang yang menzhalimi kami, dan tolonglah kami melawan orang-orang yang memusuhi kami, dan janganlah Engkau jadikan musibah kami pada agama kami, dan jangan Engkau jadikan dunia sebagai impian kami terbesar, serta pengetahuan kami yang tertinggi, serta jangan engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menyayangi kami”. (HR. Turmuzi)
Pilihlah Muslimah Sejati
Sebagaimana halnya muslim sejati, muslimah sejati adalah wanita yang menjalankan perannya dalam kehidupan ini sesuai dengan ajaran Islam. Kekayaan dan kecantikan sama sekali tidak terkait dengan kesejatian seorang muslimah. Yang terpenting adalah bahwa wanita memiliki peran yang sama pentingnya dengan pria dalam mengarungi samudera kehidupan ini, dalam membina anak, menegakkan syiar Islam, atau mengamalkan Islam secara keseluruhan.
Wanita salihah sesungguhnya adalah seorang muslimah sejati. Dia mematuhi dan mentaati suaminya sepenuh kepatuhan dan ketaatan dalam rel dan koridor agama. Dia mencintai suami dan anak-anaknya sebagai bagian dari cintanya kepada Allah.  Maka ketika suaminya khilaf dan menyimpang dari ajaran agama, dialah yang pertama menegurnya dengan cara yang halus, yang tidak menyinggung perasaan suaminya. Ketika suaminya giat dalam bekerja dan berdakwah, sang isteri berperan sebagai “amunisi dan bahan bakar” yang memotivasi dan mensupport secara maksimal.
Wanita yang salihah, tidak membiarkan hatinya ditumbuhi benih pengkhianatan dan penyelewengan. Dia menutup hati dan qalbunya  rapat-rapat tanpa celah dari kekaguman dan pesona pria selain suaminya. Bahkan kalau boleh dia meminta kepada Allah kiranya ruhnya dicabut dalam kesetiaan dan cintanya, mendahului suaminya. Karena dia tidak ingin kalau suaminya yang meninggal terlebih dahulu, akan datang berbagai godaan yang merusak cinta dan setianya kepada suami.
Ciri Utama Isteri Salihah
Lalu, apa ciri-ciri utama dari seorang isteri yang salihah? Nabi saw., memberikan keterangan sebagai berikut:
“Maukah aku beritahukan kepadamu tentang sebaik-baik harta pusaka seseorang? Yaitu wanita shalehah yang menyenangkan jika dipandang, yang taat padanya jika disuruh, yang bisa menjaganya jika ditinggal pergi.” (HR. Abu Daud dan al-Hakim dari Umar ra.)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّذِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ
Dari [Abu Hurairah]; Rasulullah: "Wanita yang bagaimana yang paling baik?" Beliau menjawab: "Jika ia dipandang selalu menyenangkan, jika diperintah taat, dan tidak menyelisihinya terhadap perkara yang ia benci bila terjadi pada dirinya (istri) atau hartanya (suami)."
Dari hadis di atas, disebutkan minimal 3 (tiga) ciri wanita (isteri) salihah, yaitu:
1.    Menyenangkan jika dipandang. Tidak harus cantik nan rupawan bagi seorang wanita untuk menyenangkan orang yang memandangnya. Kalau jiwanya dipenuhi keikhlasan, rasa percaya dan yakin bahwa Allah menjaganya selama dia taat, hatinya penuh dengan praduga baik (husnuzhzhann), maka batinnya memancarkan sinyal-sinyal kasih sayang yang menyentuh hati orang yang memandangnya, tanpa menimbulkan niat buruk. Itulah qurratu ‘ain, istilah al-Qur’an bagi isteri dan anak-anak saleh yang menjadi penyejuk mata bagi suami atau ayahnya. Sekali lagi, bukan kecantikan fisik yang menyenangkan untuk dipandang, tetap keindahan batin.
2.    Taat jika disuruh. Seorang pria yang bijak, tidak memperlakukan isterinya bagaikan pembantu atau pelayannya. Maka adalah sikap dan anggapan keliru dari “perkumpulan suami-suami” yang atas nama agama, menginginkan ketaatan dari seorang isteri, layaknya ketaatan atasan terhadap bawahan, atau majikan terhadap buruhnya. Ketaatan yang dimaksudkan dan diinginkan di sini adalah ketaatan yang proporsional bagi seorang isteri dan ibu rumah tangga yang terhormat. Seorang suami yang meminta dibuatkan the buatan tangan isterinya wajar dan wajib ditaati. Namun jika suami menyuruh isteri untuk  mengepel dan membersihkan rumah padahal dia mempunyai atau mampu membayar pembantu, maka ketaatan yang diminta suami di sini adalah ketaatan yang berlebihan.
3.    Menjaga amanah rumah tangganya saat ditinggal pergi. Amanah yang harus dijaga wanita terhadap suaminnya tidak lain adalah kehormatan dirinya sendiri, harta suaminya, serta anak-anaknya. Terkadang hal ini menjadi sesuatu yang berat bagi seorang wanita. Adakalanya, karena suatu tugas, seorang suami harus pergi ke luar kota atau ke luar negeri untuk beberapa lama. Di sinilah godaan yang berat bagi seorang wanita. Jika ia mampu menjaga amanah tersebut, maka inilah profil wanita ahli surga.
Maka engkau wahai wanita muslimah, jadilah isteri yang salihah bagi suamimu. Jadilah ibu yang penyayang bagi anak-anakmu, dan jadilah anak yang berbakti bagi kedua orang tuamu. Maka engkau akan hidup terhormat di dunia, dan menjadi idola di akhirat kelak.
Semoga bermanfaat buat saya pribadi dan anda sekalian. Amin

bila mampu tidak meminta bantuan



Hidup mandiri merupakan sesuatu yang amat penting bagi setiap orang sehingga tidak besar ketergantungannya kepada orang lain. Karena itu, Rasulullah saw amat menekankan kepada kita untuk bisa hidup mandiri. Dari sisi ekonomi, seorang muslim memang harus berusaha secara halal dan terhormat, sehingga mengemispun harus dihindari kecuali bila terpaksa yang keterpaksaan itupun tidak boleh berlangsung lama. Bila mengemis saja sudah jangan, apalagi mencuri dan sejenisnya, Rasulullah saw bersabda:

عَنْ قَبِيْصَةَ بْنِ مُخَارِقِ الْهِلاَلِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: تَحَمَّلَتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ فِيْهَا, فَقَالَ: أَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ, فَنَأْمُرَ لَكَ بِهَا. قَالَ: ثُمَّ قَالَ: يَا قَبِيْصَةُ, إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ ِلأَحَدٍ ثَلاَثَةٍ: رَجُلٌ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ, وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ احْتَاجَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ, أوْ قَالَ: سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ. وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِى الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ: لقدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاَقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ, أوْ قَالَ: سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ. فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيْصَةُ, سُحْتًا يًأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا
Qabishah bin Mukhariq al Hilal ra berkata: “aku pernah memikul tanggungan berat (diluar kemampuan), lalu aku datang kepada Rasulullah saw untuk mengadukan hal itu. Kemudian beliau bersabda: “Tunggulah sampai ada sedekah yang datang kepada kami lalu kami perintahkan agar sedekah itu diberikan kepadamu”. Setelah itu beliau bersabda: Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh kecuali bagi salah satu dari tiga golongan, yaitu (1) orang yang memikul beban tanggungan yang berat (diluar kemampuannya), maka dia boleh meminta-minta sehingga setelah cukup lalu berhenti, tidak meminta-minta lagi. (2) Orang yang yang tertimpa musibah yang menghabiskan hartanya, maka dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya. (3). Orang yang tertimpa kemiskinan sehingga tiga orang yang sehat pikirannya dari kaumnya menganggapnya benar-benar miskin, makia dia boleh meminta sampai dia memperoleh sekadar kebutuhan hidupnya. Sedangkan selain dari tiga golongan tersebut hai Qabishah, maka meminta-minta itu haram yang hasilnya bila dimakan juga juga haram (HR. Muslim).

Dalam melaksanakan sesuatu, sedapat mungkin seseorang bisa mengerjakannya sendiri, kecuali bila memang dituntut bekerjasama (amal jama’i). Karena itu jangan sampai kita meminta orang lain membantu kita untuk sesuatu yang tidak memerlukan bantuan, akibatnya kita malah menjadi orang yang suka menyuruh orang lain melakukan sesuatu, sedangkan kita hanya berleha-leha.

Friday, March 22, 2013

Senangkan Orang Tua Semasa Hidup!

  




Usia ayah telah mencapai 70 tahun, namun tubuhnya masih kuat. Dia mampu mengendarai sepeda ke pasar yang jauhnya lebih kurang 2 kilometer untuk belanja keperluan sehari-hari. Sejak meninggalnya ibu pada 6 tahun lalu, ayah sendirian di kampung. Oleh karena itu kami kakak-beradik 5 orang bergiliran menjenguknya.

Kami semua sudah berkeluarga dan tinggal jauh dari kampung halaman di Teluk Intan. Sebagai anak sulung, saya memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Setiap kali saya menjenguknya, setiap kali itulah istri saya mengajaknya tinggal bersama kami di Kuala Lumpur.

"Nggak usah. lain kali saja.!"jawab ayah. Jawaban itu yang selalu diberikan kepada kami saat mengajaknya pindah. Kadang-kadang ayah mengalah dan mau menginap bersama kami, namun 2 hari kemudian dia minta diantar balik. Ada-ada saja alasannya.
Suatu hari Januari lalu, ayah mau ikut saya ke Kuala Lumpur. Kebetulan sekolah masih libur, maka anak-anak saya sering bermain dan bersenda-gurau dengan kakek mereka. Memasuki hari ketiga, ia mulai minta pulang. Seperti biasa, ada-ada saja alasan yang diberikannya. "Saya sibuk, ayah. tak boleh ambil cuti. Tunggulah sebentar lagi. akhir minggu ini saya akan antar ayah," balas saya. Anak-anak saya ikut membujuk kakek mereka. "Biarlah ayah pulang sendiri jika kamu sibuk. Tolong belikan tiket bus saja yah." katanya yang membuat saya bertambah kesal. Memang ayah pernah berkali-kali pulang naik bus sendirian.

"Nggak usah saja yah." bujuk saya saat makan malam. Ayah diam dan lalu masuk ke kamar bersama cucu-cucunya. Esok paginya saat saya hendak berangkat ke kantor, ayah sekali lagi minta saya untuk membelikannya tiket bus. "Ayah ini benar-benar nggak mau mengerti yah. saya sedang sibuk, sibuuukkkk!!!" balas saya terus keluar menghidupkan mobil.
Saya tinggalkan ayah terdiam di muka pintu. Sedih hati saya melihat mukanya. Di dalam mobil, istri saya lalu berkata, "Mengapa bersikap kasar kepada ayah? Bicaralah baik-baik! Kasihan khan dia.!" Saya terus membisu.

Sebelum istri saya turun setibanya di kantor, dia berpesan agar saya penuhi permintaan ayah. "Jangan lupa, Pa.. belikan tiket buat ayah," katanya singkat. Di kantor saya termenung cukup lama. Lalu saya meminta ijin untuk keluar kantor membeli tiket bus buat ayah.
Pk. 11.00 pagi saya tiba di rumah dan minta ayah untuk bersiap. "Bus berangkat pk. 14.00," kata saya singkat. Saya memang saat itu bersikap agak kasar karena didorong rasa marah akibat sikap keras kepala ayah. Ayah tanpa banyak bicara lalu segera berbenah. Dia masukkan baju-bajunya kedalam tas dan kami berangkat. Selama dalam perjalanan, kami tak berbicara sepatah kata pun.

Saat itu ayah tahu bahwa saya sedang marah. Ia pun enggan menyapa saya.! Setibanya di stasiun, saya lalu mengantarnya ke bus. Setelah itu saya Pamit dan terus turun dari bus. Ayah tidak mau melihat saya, matanya memandang keluar jendela. Setelah bus berangkat, saya lalu kembali ke mobil. Saat melewati halaman stasiun, saya melihat tumpukan kue pisang di atas meja dagangan dekat stasiun. Langkah saya lalu terhenti dan teringat ayah yang sangat menyukai kue itu. Setiap kali ia pulang ke kampung, ia selalu minta dibelikan kue itu. Tapi hari itu ayah tidak minta apa pun.

Saya lalu segera pulang. Tiba di rumah, perasaan menjadi tak menentu. Ingat pekerjaan di kantor, ingat ayah yang sedang dalam perjalanan, ingat Istri yang berada di kantornya. Malam itu sekali lagi saya mempertahankan ego saya saat istri meminta saya menelpon ayah di kampung seperti yang biasa saya lakukan setiap kali ayah pulang dengan bus. Malam berikutnya, istri bertanya lagi apakah ayah sudah saya hubungi. "Nggak mungkin belum tiba," jawab saya sambil meninggikan suara.

Dini hari itu, saya menerima telepon dari rumah sakit Teluk Intan. "Ayah sudah tiada." kata sepupu saya disana. "Beliau meninggal 5 menit yang lalu setelah mengalami sesak nafas saat Maghrib tadi." Ia lalu meminta saya agar segera pulang. Saya lalu jatuh terduduk di lantai dengan gagang telepon masih di tangan. Istri lalu segera datang dan bertanya, "Ada apa, bang?" Saya hanya menggeleng-geleng dan setelah agak lama baru bisa berkata, "Ayah sudah tiada!!"
Setibanya di kampung, saya tak henti-hentinya menangis. Barulah saat Itu saya sadar betapa berharganya seorang ayah dalam hidup ini. Kue pisang, kata-kata saya kepada ayah, sikapnya sewaktu di rumah, kata-kata istri mengenai ayah silih berganti menyerbu pikiran.

Hanya Tuhan yang tahu betapa luluhnya hati saya jika teringat hal itu. Saya sangat merasa kehilangan ayah yang pernah menjadi tempat saya mencurahkan perasaan, seorang teman yang sangat pengertian dan ayah yang sangat mengerti akan anak-anaknya. Mengapa saya tidak dapat merasakan perasaan seorang tua yang merindukan belaian kasih sayang anak-anaknya sebelum meninggalkannya buat selama-lamanya.

Sekarang 5 tahun telah berlalu. Setiap kali pulang ke kampung, hati saya bagai terobek-robek saat memandang nisan di atas pusara ayah. Saya tidak dapat menahan air mata jika teringat semua peristiwa pada saat-saat akhir saya bersamanya. Saya merasa sangat bersalah dan tidak dapat memaafkan diri ini. 

Benar kata orang, kalau hendak berbakti sebaiknya sewaktu ayah dan ibu masih hidup. Jika sudah tiada, menangis airmata darah sekalipun tidak berarti lagi.

Kepada pembaca yang masih memiliki orangtua, jagalah perasaan mereka.
Kasihilah mereka sebagaimana mereka merawat kita sewaktu kecil dulu.
----
Ndhie
ndhi.salim (at) gmail.com