Pages

Thursday, March 14, 2013

Takdir adalah kebijaksanaan hidup






Takdir adalah kebijaksanaan hidup yang harus disyukuri, ataupun dijalani dengan sabar,
Syukur dan sabar adalah sepasang alat seperti sebilah pedang dan tamengnya, masing-masing berfungsi pada bagiannya masing-masing, syukur dan sabar semuanya punya keutamaan dan kemuliaannya sendiri-sendiri, tidak bias dibandingkan dan dikomparasikan untuk mencari takaran yang berkaitan dengan kehebatannya satu dari lainnya. Syukur dan sabar adalah sepasang sayap.

Pengetahuan yang menyeluruh, perhitungan yang teliti, dan pencatatan yang meliputi segala sesuatu dan peristiwa sebelum terjadinya semua ini tidak menafikan (meniadakan) ijtihad dalam berusaha dan mencari atau melakukan sesuatu yang menjadi sebab bagi sesuatu yang lain.

Jika Allah menentukan akibat, Dia juga menentukan sebabnya, sebagaimana Dia telah menentukan natijah (kesimpulan) sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan-Nya.

Karena itu, Dia tidak menetapkan keberhasilan bagi orang yang mencari keberuntungan dengan cara sembarang, tetapi Dia menetapkan keberhasilan bila wasilah-wasilahnya dipenuhi dengan baik, seperti kesungguhan, kemauan keras, kejelian, kecermatan, ketelitian, kesabaran, keuletan, dan sebab-sebab lain.

Alhasil, yang ini (keberhasilan) berarti sudah ditakdirkan dan ditulis, dan yang itu (kegagalan) pun sudah ditakdirkan dan ditulis.

Jadi, mencari sebab tidak menafikan qadar, bahkan ini termasuk qadar juga. Karena itu, ketika Nabi SAW ditanya tentang apakah obat dan sebab-sebab atau usaha yang sekiranya dapat melindungi seseorang dari sesuatu yang tidak diinginkannya dapat menolak takdir Allah, beliau menjawab dengan jelas, "Itu termasuk qadar (takdir) Allah juga.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).

Ketika wabah penyakit sedang melanda negeri Syam, Umar bermusyawarah dengan para sahabat dan ia mengambil keputusan untuk tidak memasuki negeri Syam serta kembali pulang bersama kaum Muslimin.

Mendengar keputusan seperti itu, seorang sahabat bertanya kepadanya, "Apakah engkau hendak lari dari takdir Allah, wahai Amirul Mukminin?”

Umar menjawab, "Benar katamu, lari dari qadar Allah menuju qadar Allah juga. Bagaimanakah pendapatmu, jika engkau turun pada dua petak tanah, yang satu subur dan yang satu gersang, bukankan jika engkau menggarap yang subur berarti engkau menggarapnya dengan qadar Allah? Dan jika engkau menggarap yang tandus berarti engkau juga menggarap dengan qadar Allah?”

"... tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kekal dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan semua tercatat dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS. Yunus: 61).

"... tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am: 59).

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid: 22).
Sebagaimana sang Harimau juga punya garis takdirnya.

Suripto, ~cah kali ciliwung~

No comments:

Post a Comment