Al-Hayaa’ atau rasa malu ialah:
suatu sifat yang ada dalam hati dan jiwa manusia, yang mendorongnya untuk
melakukan kebaikan dan ketaatan, serta mencegahnya dari prilaku buruk, tercela
dan yang memalukan.
URGENSI RASA MALU:
• Sifat rasa
malu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari iman, karena ia merupakan
salah satu buah dan konsekuensi utamanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
“وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ”
“Dan rasa malu adalah satu bagian dari iman” (HR. Muttafaq ‘alaih).
• Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu:
“الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ” ،أَوْ قَالَ “الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ”
“Rasa malu itu baik semuanya”, atau beliau bersabda: “Rasa malu itu semuanya baik” (HR. Muslim).
• Rasa malu merupakan salah satu faktor pendorong utama dalam setiap kebaikan, kebajikan dan ketaatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu:
“الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ”
“Rasa malu itu tidak mendatangkan selain kebaikan” (HR. Muttafaq ‘alih).
• Rasa malu merupakan salah satu faktor utama pencegah dan penghalang setiap keburukan dan kemungkaran. Perhatikan dan renungkan hadits ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu tersebut diatas.
• Akhlaq rasa malu merupakan salah satu akhlaq dasar Islam yang paling utama, bahkan ia termasuk yang menjadi dasar dan landasan bagi akhlaq-akhlaq lainnya.
• Akhlaq rasa malu ibarat bendungan penahan air atau kran air, dimana jika bendungan atau kran itu baik dan kokoh, maka air akan tertahan dan dialirkan sesuai kebutuhan secara terkontrol. Tapi jika bendungan atau kran tersebut rusak dan dol, maka air akan meluber kemana-mana secara tidak terkontrol. Demikian pula rasa malu, selama masih ada dan kuat, maka prilaku seseorang akan tetap terkontrol dengan baik. Namun jika rasa malu lemah atau bahkan hilang, maka seseorang akan menjadi seperti kuda liar yang lepas dari tali pengikatnya. Dalam hadits Abu Mas’ud Al-Badri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الْأُولَى إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ”
“Sesungguhnya diantara kata-kata kenabian terdahulu yang masih diingat oleh masyarakat adalah: “Jika kamu sudah tidak punya rasa malu lagi, maka berbuatlah sekehendakmu” (HR. Al-Bukhari).
• Akhlaq rasa malu, dengan demikian, merupakan salah satu parameter dan kunci utama bagi kebaikan dan kesalehan individu, keluarga, masyarakat dan bangsa.
“وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ”
“Dan rasa malu adalah satu bagian dari iman” (HR. Muttafaq ‘alaih).
• Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu:
“الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ” ،أَوْ قَالَ “الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ”
“Rasa malu itu baik semuanya”, atau beliau bersabda: “Rasa malu itu semuanya baik” (HR. Muslim).
• Rasa malu merupakan salah satu faktor pendorong utama dalam setiap kebaikan, kebajikan dan ketaatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu:
“الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ”
“Rasa malu itu tidak mendatangkan selain kebaikan” (HR. Muttafaq ‘alih).
• Rasa malu merupakan salah satu faktor utama pencegah dan penghalang setiap keburukan dan kemungkaran. Perhatikan dan renungkan hadits ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu tersebut diatas.
• Akhlaq rasa malu merupakan salah satu akhlaq dasar Islam yang paling utama, bahkan ia termasuk yang menjadi dasar dan landasan bagi akhlaq-akhlaq lainnya.
• Akhlaq rasa malu ibarat bendungan penahan air atau kran air, dimana jika bendungan atau kran itu baik dan kokoh, maka air akan tertahan dan dialirkan sesuai kebutuhan secara terkontrol. Tapi jika bendungan atau kran tersebut rusak dan dol, maka air akan meluber kemana-mana secara tidak terkontrol. Demikian pula rasa malu, selama masih ada dan kuat, maka prilaku seseorang akan tetap terkontrol dengan baik. Namun jika rasa malu lemah atau bahkan hilang, maka seseorang akan menjadi seperti kuda liar yang lepas dari tali pengikatnya. Dalam hadits Abu Mas’ud Al-Badri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الْأُولَى إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ”
“Sesungguhnya diantara kata-kata kenabian terdahulu yang masih diingat oleh masyarakat adalah: “Jika kamu sudah tidak punya rasa malu lagi, maka berbuatlah sekehendakmu” (HR. Al-Bukhari).
• Akhlaq rasa malu, dengan demikian, merupakan salah satu parameter dan kunci utama bagi kebaikan dan kesalehan individu, keluarga, masyarakat dan bangsa.
KLASIFIKASI
1-Rasa malu terhadap Allah, yang
merupakan dasar dan landasan pertama dan utama bagi setiap sara malu. Para
ulama menjelaskan bahwa, hakekat rasa malu itu muncul dari sikap membandingkan
antara besar dan beragamnya karunia Allah yang tidak terhitung dan antara minim
dan lemahnya ketaatan sebagai bukti syukur seorang hamba pada Allah Yang Maha
Pemberi dan Pemurah.
2-Rasa malu terhadap diri sendiri,
yang merupakan buah langsung dari rasa malu terhadap Allah, dan sekaligus juga
menjadi dasar dan landasan rasa malu-rasa malu yang lain.
3-Rasa malu terhadap malaikat,
khususnya malaikat qariin (lihat HR. Muslim) dan para malaikat penjaga,
pengawas dan pencatat amal manusia.
4-Rasa malu terhadap
saudara-saudara kita yang saleh dari kalangan bangsa jin, dimana mereka diberi
kemampuan melihat kita, sementara kita tidak bisa menyaksikan mereka (lihat QS.
Al-A’raaf [7]: 27).
5-Rasa malu terhadap sesama
manusia, khususnya orang-orang saleh diantara mereka dan orang-orang dekat yang
mengenal kita.
6-Rasa malu terhadap seluruh
makhluk Allah yang lainnya, dimana selain manusia dan jin, semuanya pada taat
dan patuh kepada Allah Ta’ala, sehingga sepatutnyalah kita merasa malu jika mau
berlaku durhaka dan maksiat.
Atau akhlaq rasa malu juga
bisa dibagi dan diklasifikasikan sebagai berikut:
1-Rasa malu untuk/karena
meninggalkan kewajiban (hal-hal yang berhukum fardhu dan wajib yang meliputi
iman dan semua kewajiban agama).
2-Rasa malu untuk/karena
meninggalkan kesunnahan (hal-hal yang berhukum sunnah yang dianjurkan
berdasarkan contoh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam).
3-Rasa malu untuk/karena meninggalkan
kemuliaan (hal-hal yang termasuk kategori sifat dan sikap mulia selain yang
jelas-jelas berhukum wajib dan sunnah).
4-Rasa malu untuk/karena melakukan
pelanggaran, kemaksiatan dan hal-hal yang diharamkan dalam syariah Islam.
5-Rasa malu untuk/karena melakukan
hal-hal yang berhukum syubhat dan makruh.
6-Rasa malu untuk/karena melakukan
hal-hal yang melanggar adab, etika dan tata krama kepantasan di tengah-tengah
masyarakat.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB HILANG
DAN LEMAHNYA RASA MALU
o Lemahnya
aqidah dan rasa iman kepada Allah Ta’ala, karena sebagaimana telah disebutkan
diatas bahwa, rasa malu adalah pasangan, buah dan konsekuensi iman, dimana
antara keduanya tidak bisa dipisahkan.
o Banyak dan berulang-ulangnya tindak kemaksiatan yang menumpulkan iman dan membebalkan rasa malu.
o Marak dan tersebarluasnya berbagai tindak kemungkaran secara terbuka dan vulgar di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Sehingga setiap pelaku kemaksiatan tidak lagi merasa malu karena yang lainnya dimana seharusnya dia merasa malu terhadapnya juga melakukan kemaksiatan yang sama seperti dia, atau bahkan lebih, juga tanpa rasa malu lagi. Dan jika demikian, biasanya kaedah-kaedah dan norma-norma jadi jungkir balik, dimana yang tabu menjadi tidak ditabukan lagi, dan yang semestinya tidak tabu malah dianggab tabu atau aneh atau nyeleneh dan seterusnya.
o Berada dan bergaul di tengah-tengah komunitas yang lemah atau bahkan hilang rasa malunya.
o Lemah atau hilangnya kontrol sosial berupa amar bilma’ruf dan nahi ‘anil munkar.
o Banyak dan berulang-ulangnya tindak kemaksiatan yang menumpulkan iman dan membebalkan rasa malu.
o Marak dan tersebarluasnya berbagai tindak kemungkaran secara terbuka dan vulgar di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Sehingga setiap pelaku kemaksiatan tidak lagi merasa malu karena yang lainnya dimana seharusnya dia merasa malu terhadapnya juga melakukan kemaksiatan yang sama seperti dia, atau bahkan lebih, juga tanpa rasa malu lagi. Dan jika demikian, biasanya kaedah-kaedah dan norma-norma jadi jungkir balik, dimana yang tabu menjadi tidak ditabukan lagi, dan yang semestinya tidak tabu malah dianggab tabu atau aneh atau nyeleneh dan seterusnya.
o Berada dan bergaul di tengah-tengah komunitas yang lemah atau bahkan hilang rasa malunya.
o Lemah atau hilangnya kontrol sosial berupa amar bilma’ruf dan nahi ‘anil munkar.
Oleh: Ahmad Mudzoffar Jufri, MA
sumber: http://inspirasiislami.com/index.php/2012/01/malu-bagian-dari-iman/
sumber: http://inspirasiislami.com/index.php/2012/01/malu-bagian-dari-iman/
Oleh Yuminah
Rohmatulllah
Malu adalah suatu sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan. Malu merupakan salah satu kategori akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah). “Malu adalah bagian dari keimanan seseorang.” (HR al-Hakim dan Baihaqi).
Malu adalah suatu sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan. Malu merupakan salah satu kategori akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah). “Malu adalah bagian dari keimanan seseorang.” (HR al-Hakim dan Baihaqi).
Perasaan malu itu meliputi tiga
hal. Pertama, malu kepada diri sendiri, yakni perasaan malu di dalam hati, di
kala akan melanggar larangan Allah. Kedua, malu kepada orang lain, yakni
menjaga semua anggota badan dan gerak-geriknya dari hawa nafsu. Setiap akan
melakukan perbuatan yang rendah, ia akan tertegun, tertahan, dan akhirnya tidak
jadi berbuat. Karena desakan malunya, takut berbuat yang buruk, takut menerima
siksaan Allah di akhirat kelak. Ketiga, malu kepada Allah, artinya jika ia
melakukan kekejian akan mendapat siksa yang pedih. Malu kepada Allah merupakan
sendi utama dan dasar budi pekerti yang mulia. “Malulah kamu kepada Allah
dengan sebenar-benar malu.” (HR Tirmidzi).
Setiap orang mempunyai rasa malu,
entah besar ataupun kecil. Malu itu merupakan kekuatan preventif (pencegahan)
guna menghindarkan diri dalam kehinaan atau terulangnya kesalahan serupa. Akan
tetapi, rasa malu itu bisa luntur dan pudar, hingga akhirnya lenyap (mati)
karena berbagai sebab. Jika malu sudah mati dalam diri seseorang, berarti sudah
tak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan dari dirinya. Ibarat kendaraan,
remnya sudah blong atau tidak dapat berfungsi lagi. “Jika engkau tidak tahu
malu lagi, perbuatlah apa saja yang engkau kehendaki.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dapat dibayangkan, bila rasa malu
itu telah hilang dalam diri seseorang, segala perilakunya makin sulit
dikendalikan. Sebab, dia akan melakukan berbagai perbuatan tak terpuji, seperti
korupsi, menyontek, menipu, mempertontonkan aurat dengan pakaian yang seksi dan
mini, berzina, mabuk-mabukan, pembajakan, pelecehan seksual, dan pembunuhan.
Mereka sudah dikuasai oleh nafsu serakah. Orang yang sudah dikuasai nafsu
serakah dan tidak ada lagi rasa malu dalam dirinya maka perbuatannya sama
dengan perilaku hewan yang tidak punya akal, kecuali sekadar nafsu.
Hilangnya rasa malu pada diri
seseorang merupakan awal datangnya bencana pada dirinya. “Sesungguhnya Allah
SWT apabila hendak membinasakan seseorang, maka dicabutnya rasa malu dari orang
itu. Bila sifat malu sudah dicabut darinya, maka ia akan mendapatinya dibenci
orang, malah dianjurkan orang benci padanya. Jika ia telah dibenci orang,
dicabutlah sifat amanah darinya. Jika sifat amanah telah dicabut darinya, kamu
akan mendapatinya sebagai seorang pengkhianat. Jika telah menjadi pengkhianat,
dicabutnya sifat kasih sayang. Jika telah hilang kasih sayangnya, maka jadilah
ia seorang yang terkutuk. Jika ia telah menjadi orang terkutuk maka lepaslah
tali Islam darinya.” (HR Ibnu Majah).
“Malu adalah bagian dari keimanan
seseorang.” (HR al-Hakim dan Baihaqi). Hilangnya rasa malu, berarti mulai
menipisnya rasa keimanan dalam dirinya. Dan, jika keimanan sudah semakin
hilang, perbuatannya akan jauh dari rida Allah SWT. Naudzubillah.
http://buyanur.com/2011/08/31/inspirasi-islam-indonesia-matinya-rasa-malu/
http://buyanur.com/2011/08/31/inspirasi-islam-indonesia-matinya-rasa-malu/
Seorang sahabat Rasulullah
bertanya tentang kebajikan dan dosa, dan dijawab :
”Kebajikan itu ialah akhlak yang
baik dan dosa itu ialah sesuatu yang merisaukan dirimu dan kamu tidak senang
bila diketahui orang lain.” (HR. Muslim)
No comments:
Post a Comment